Perandan tanggung jawab mahasiswa dalam melakukan kerja-kerja gerakan dalam sebuah perubahan tersebut menjadi suatu hal yang lumrah dalam garis sejarah sebuah bangsa. Apalagi dalam sejarah perubahan bangsa kita “Indonesia”. Mahasiswa merupakan bagian dari struktur sosial yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, maka tidak heran apabila Kuli Tinta] RE: [mimbarbebas] Mahasiswa Anarkis Bungkam Kebebasan Pers. Tedy The Kion Sat, 2 Jan 1999 11:49:03 -0500. Ah, ini satu lagi oknum yang tulisannya sama sekali nggak connect sama substansi yang dibicarakan, sangat tendensius. Saya melihat koq nggak ada masalah yang berkaitan dengan anarki mahasiswa dengan tulisan yang berjudul Menurutnya faktor pertama adalah kekecewaan mahasiswa dan masyarakat pada kinerja elite politik yang buruk dan terjadi secara berulang-ulang. "Kekecewaan mahasiswa dan masyarakat itu misalnya terhadap praktik korupsi yang terus menerus dilakukan elite politik. Vay Tiền Nhanh. 1. Tuntutan Terhadap Pemerintah Mahasiswa seringkali menjadi motor utama dalam aksi demonstrasi karena mereka memiliki kepekaan sosial yang lebih tinggi dan lebih peka terhadap isu-isu yang terkait dengan hak asasi manusia dan keadilan sosial. Sebagai agen perubahan, mahasiswa seringkali menuntut pemerintah untuk lebih responsif, lebih transparan, dan lebih akuntabel dalam menjalankan tugasnya. 2. Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah Tidak jarang mahasiswa juga memotori aksi demonstrasi untuk mengkritik kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Misalnya, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat atau tidak sesuai dengan semangat demokrasi, mahasiswa seringkali mengekspresikan keberatan mereka melalui aksi demonstrasi. 3. Memperjuangkan Hak-hak Mahasiswa Mahasiswa juga seringkali mengorganisir aksi demonstrasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai mahasiswa. Misalnya, ketika kampus melakukan pemotongan anggaran untuk kegiatan mahasiswa atau ketika terjadi diskriminasi terhadap mahasiswa dari kelompok minoritas, mahasiswa seringkali melakukan aksi demonstrasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka. 4. Menyuarakan Isu-isu Lingkungan Aksi demonstrasi mahasiswa juga seringkali terkait dengan isu-isu lingkungan. Misalnya, ketika terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah atau perusahaan, mahasiswa seringkali melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk protes dan menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan. 5. Mendorong Perubahan Sosial dan Politik Sebagai agen perubahan, mahasiswa seringkali memotori aksi demonstrasi untuk mendorong perubahan sosial dan politik. Misalnya, ketika terjadi ketidakadilan sosial atau ketidaksetaraan gender, mahasiswa seringkali melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk protes dan mendorong perubahan sosial dan politik yang lebih baik. Kesimpulan Aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa memiliki peran penting dalam mendorong perubahan sosial dan politik di Indonesia. Mahasiswa sebagai agen perubahan seringkali memotori aksi demonstrasi untuk menuntut pemerintah lebih responsif, mengkritik kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, memperjuangkan hak-hak mahasiswa, menyuarakan isu-isu lingkungan, dan mendorong perubahan sosial dan politik yang lebih baik. Pos terkaitBahasa Daerah Sunda Sampai Berjumpa LagiBeberapa Pengertian dan Fungsi Array yang Benar Terdapat PadaPeristiwa Tertariknya Partikel Koloid oleh Medan Listrik DisebutPada Tahun 1770 Inggris Mengakui Haknya atas Benua Australia MelaluiBerikut Bukan Faktor Pendorong Pembangunan Ekonomi AdalahMengapa Kita Harus Bernegosiasi dengan Santun? - Demonstrasi mahasiswa dan masyarakat terjadi di beberapa kota. Di Yogyakarta, Senin 23/9/2019, ratusan mahasiswa dan masyarakat yang menamakan diri Aliansi Rakyat Bergerak melakukan aksi damai bertajuk Gejayan koordinator aksi, Nailendra, salah satu aspirasi gerakan Gejayan Memanggil adalah menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR dan elite politik. Aliansi menggugat RKUHP yang dianggap mengebiri demokrasi. "RKUHP membungkam demokrasi dan hak asasi manusia. Salah satunya, melalui pasal yang mengatur soal 'makar'. Pasal soal makar jelas berisiko menjadi pasal karet yang akan memberangus demokrasi," tulis Aliansi Rakyat Bergerak dalam keterangan pers yang diterima rilis pers tersebut, mereka merinci sejumlah pasal karet dalam RKUHP yang bisa digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi seluruh masyarakat sipil. Pasal-pasal dalam RKUHP juga dinilai mengkriminalisasi pelbagai bentuk perlakuan masyarakat atas nama zina, hukum yang berlaku di masyarakat living law—yang berpotensi menjadi pasal karet, bahkan mengkriminalisasi gelandangan dengan pidana denda satu juta rupiah. "Pasal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 34 ayat 1 UUD 1945, di mana fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara," imbuh mereka. Isu lain yang juga disuarakan adalah pelemahan KPK, pembakaran hutan dan tambang, RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada rakyat, problematika RUU Pertanahan, dan tak ketinggalan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang belum ditetapkan. Sementara itu di Jakarta, massa mahasiswa dari pelbagai universitas mengadakan demonstrasi di depan Gedung DPR RI. Massa gabungan itu datang dari Universitas Indonesia, UIN Jakarta, Universitas Atma Jaya, Universitas Kristen Indonesia, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Al-Azhar, dan beberapa universitas lain. Tuntutan para mahasiswa Jakarta relatif sama dengan Aliansi Rakyat Bergerak Yogykarta, yakni menolak rencana pengesahan RKUHP, UU KPK hasil revisi, dan rancangan serta revisi UU lainnya lantaran dinilai mencederai pantauan reporter Tirto, untuk mempertegas tuntutannya massa mahasiswa meneriakkan jargon-jargon keras semacam "DPR Fasis, Anti Demokrasi" dan "Cabut RUU, Darurat Demokrasi".Selain di Yogyakarta dan Jakarta, demonstrasi besar juga terjadi di Surabaya, Jombang, Malang, Cirebon, Bandung, Makassar, Riau, juga Papua. Demonstrasi mahasiswa di Bandung digelar di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Angga Firmansyah, salah seorang koordinator aksi dari Universitas Sangga Buana YPKP Bandung menjelaskan bahwa mahasiswa menuntut Presiden Joko Widodo membatalkan sejumlah RUU bermasalah. Jika pemerintah dan DPR tak memenuhi tuntutan mahasiswa, maka mahasiswa Bandung akan mengadakan demonstrasi lebih besar lagi. "Kami akan melakukan aksi lanjutan yang massanya lebih banyak dibanding hari ini. Kami akan langsung ke Jakarta," ujar Angga sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia. Ketika Tritura 1966 Mendesak Sukarno Bukan sekali ini saja mahasiswa berdemonstrasi secara masif menggugat pemerintah atau DPR. Sepanjang sejarah Indonesia merdeka, sudah tiga kali terjadi demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran. Dua di antaranya mampu menumbangkan rezim yang tengah berkuasa. Kejatuhan itu pun punya persamaan, yakni dimulai dari pemimpin yang tidak mau mendengar aspirasi rakyatnya. Demonstrasi mahasiswa pertama terjadi pada awal 1966. Kala itu ribuan mahasiswa turun ke jalan, menyerukan protes atas kondisi negara yang kian memprihatinkan. Protes ini berhulu dari tragedi berdarah Gerakan 30 September 1965. Beberapa pentolan PKI terlibat dalam tragedi itu, tapi Presiden Sukarno tak berbuat apa-apa. Kemarahan rakyat telah merebak di mana-mana dan Presiden Sukarno tampaknya tidak punya solusi jitu untuk mengatasi masalah ini. Ditambah lagi, seperti diungkap Muhammad Umar Syadat Hasibuan dalam Revolusi Politik Kaum Muda 2008, keadaan sosial ekonomi negara sedang terguncang akibat konfrontasi dengan Malaysia dan persoalan Irian Barat. Kekacauan politik yang dibiarkan berlarut-larut diperparah dengan kebijakan pemerintah yang mencekik rakyat. Mereka menerbitkan kebijakan menaikkan harga sembako yang meroket 300 hingga 500 persen. “Terjadi kepanikan yang hebat dalam masyarakat, terlebih kalau diingat pada waktu itu menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru Tionghoa. Harga membubung beratus-ratus persen dalam waktu hanya seminggu. Para pemilik uang melemparkan uangnya sekaligus ke pasar, memborong barang-barang,” tulis Soe Hok Gie dalam bunga rampai esai Zaman Peralihan 2005, hlm. 4. Muak dengan pemerintah yang tak becus, mahasiswa lantas menggalang demonstrasi sejak awal Januari 1966. Gelombang demonstrasi mencapai puncaknya pada 12 Januari 1966. Ribuan mahasiswa bergerak ke Gedung Sekretariat Negara untuk memprotes kenaikan harga, dan mendesak pemerintah agar meninjau kembali aturan baru terkait ekonomi yang justru menimbulkan dampak buruk bagi rakyat. Beberapa elemen gerakan mahasiswa yang turut serta dalam demonstrasi itu antara lain Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI, Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia KAPI, Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI, Kesatuan Aksi Buruh Indonesia KABI, Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia KASI, Kesatuan Aksi Wanita Indonesia KAWI, Kesatuan Aksi Guru Indonesia KAGI, dan lainnya. Dalam setiap aksinya, para demonstran konsisten mengajukan tiga tuntutan rakyat atau tritura 1 Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, 2 Rombak Kabinet Dwikora, dan 3 Turunkan harga. Namun pemerintah bergeming dan berdalih semua itu butuh demonstran yang tidak segera dipenuhi, kemudian berubah menjadi desakan agar Bung Karno turun takhta. Presiden Sukarno akhirnya memang merombak kabinet pada 21 Februari 1966. Tapi karena masih ada beberapa tokoh berhaluan kiri yang dimasukkan dalam kabinet, mahasiswa pun turun ke lagi ke rasa besar-besaran jilid kedua pun akhirnya meledak. Pada 24 Februari 1966, terjadi bentrokan antara demonstran melawan Resimen Cakrabiwara pasukan pengawal presiden di depan Istana Negara. Dalam insiden itu, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran UI bernama Arif Rahman Hakim tewas tertembak. Sehari berselang, KAMI dibubarkan paksa oleh presiden sebagai konsekuensi atas kericuhan tersebut. Namun, gelora unjuk rasa anti-PKI tidak pernah padam. Sukarno yang kian terjepit akhirnya mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966. Sejarah lalu mencatat, Supersemar itu nantinya justru dimanfaatkan Jenderal Soeharto untuk menggerogoti kekuasaan Sukarno. Soeharto Diguncang Malari 1974 Pada 15 Januari 1974, Presiden Soeharto dan beberapa menteri bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka di Istana Negara, Jakarta. Pada saat bersamaan, ribuan orang yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan pelajar SMA, turun ke jalan melancarkan protes. Mereka berteriak lantang menentang derasnya investasi Jepang yang masuk ke Indonesia. Pimpinan aksi saat itu adalah Hariman Siregar, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia DM UI. Atas komandonya, para mahasiswa melakukan aksi jalan kaki dari kampus UI di Salemba, menuju Universitas Trisakti di Jalan Kiai Tapa, Jakarta Barat. Mereka mengajukan tiga tuntutan yang dinamakan “Tritura Baru 1974”, yang isinya 1 Bubarkan lembaga Asisten Pribadi Presiden Aspri, 2 Turunkan harga, 3 Ganyang korupsi. Bagi para demonstran, modal asing yang beredar di Indonesia sudah berlebihan. Menurut mereka, Tanaka berikut investasi, korporasi, dan produk-produk asal Jepang adalah bentuk imperialisme gaya mahasiswa berunjuk rasa, terjadi aksi massa yang tak terkendali di wilayah Jakarta lainnya. Salah satu yang paling mencekam terjadi di Pasar Senen. Di sana massa membakar proyek kompleks pertokoan yang baru saja dibangun. Anehnya, menurut laporan Richard Halloranjan, jurnalis New York Times, sebagian besar polisi dan tentara Indonesia yang dikirim untuk berpatroli hanya berdiri dan menonton. Mereka hampir tidak melakukan tindakan apapun untuk menghentikan para hari, peluru peringatan mulai ditembakkan ke udara. Lalu setelah malam tiba, aparat keamanan mulai bertindak kasar. Polisi mengangkut sekitar selusin demonstran ke sebuah kantor polisi terdekat. Richard menyebut ada seorang demonstran yang dipukuli di bagian belakang kepalanya. Demonstrasi dan kerusuhan masih membara hingga keesokan harinya. Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sampai turun tangan menemui mahasiswa ke kampus UI di Salemba. Pada malam hari, Bang Ali berbicara kepada para mahasiswa seraya menekankan bahwa jika demonstrasi terus berlangsung, korban dari pihak mahasiswa akan berjatuhan. Bang Ali pun mengajak Hariman ke TVRI. Lewat siaran televisi itu Hariman mengumumkan bahwa persoalan yang dihadapi mahasiswa sudah selesai. Imbauan Hariman mampu meredam aksi mahasiswa. Namun, malapetaka sudah kadung terjadi. Sebanyak 807 mobil dan motor buatan Jepang hangus dibakar massa, 11 orang meninggal dunia, 300 luka-luka, 144 buah bangunan rusak berat, 160 kg emas hilang dari toko-toko perhiasan. Setelah peristiwa itu, Soeharto memecat Soemitro dari jabatan Pangkopkamtib. Ia juga membubarkan lembaga Aspri dan Ali Moertopo dipindah tugas sebagai Wakil Kepala ini juga berdampak buruk bagi kebebasan pers. Karena dianggap memberitakan Malari secara berlebihan dan memanaskan suasana, Harian Abadi, Pedoman, Indonesia Raya, Harian KAMI, dan The Jakarta Times diberedel itu, sebanyak 775 orang aktivis ditangkap. Di antaranya Hariman Siregar, Soebadio Sastrosatomo tokoh Partai Sosialis Indonesia bentukan Sutan Sjahrir yang telah lama bubar, aktivis HAM Adnan Buyung Nasution dan Princen, serta akademisi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Infografik Demonstran yang Mengancam Rezim. Reformasi 1998 Menumbangkan Soeharto Gerakan mahasiswa terbesar yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto terjadi pada 1998. Gerakan ini bermula dari krisis ekonomi 1997 dan ketidaksigapan rezim Soeharto untuk mengatasinya. Gelombang aksi yang awalnya terjadi secara terpisah di beberapa kota, kemudian membesar sejak Maret 1998 seiring dengan pernyataan Soeharto bersedia dipilih lagi menjadi presiden. Sementara itu desakan reformasi lewat aksi-aksi protes meluas di seluruh daerah. Aksi itu digelar tepat pada peringatan Hari Pendidikan Nasional. Dari Jakarta, Surabaya, Bandung, Bogor, Palembang, Medan, hingga Kupang. Tak jarang demonstrasi berujung bentrok. Aksi-aksi itu membuat Wiranto-saat itu Menteri Pertahanan dan Keamanan sekaligus Panglima ABRI-mengeluarkan pernyataan yang menganjurkan “mahasiswa dan warga untuk tidak melakukan tindakan anarkis” karena memperburuk keadaan, juga “memperburuk citra Indonesia di mata dunia internasional.” “Saya melihat bagaimana perilaku masyarakat yang sementara ini lupa diri dengan melakukan kegiatan yang bersifat merusak, membakar toko, merampok toko, gudang, dan menjarah isinya. Ini mengingatkan kita bahwa sudah ada kegiatan yang tidak peduli kepada hukum,” ujar Wiranto seperti dilansir Kompas edisi 8 Mei 1998. Wiranto menuding tindakan-tindakan yang ia nilai “anarkis” itu istilah keliru yang terus dipakai hingga kini untuk menyebut tindakan ricuh karena “mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di jalan”. “Jadi betul yang saya katakan, bahwa mahasiswa keluar kampus tentu akan dimanfaatkan pihak lain untuk mencari keuntungan yang berbeda dengan visi mahasiswa,” kemudian memerintahkan seluruh jajaran ABRI untuk “menghentikan aksi anarkis dengan melakukan tindakan tegas dan sesuai hukum”. Tapi, bukannya menurunkan tensi, mahasiswa justru semakin gencar berdemonstrasi menuntut terjadilah tragedi berdarah pada 12 Mei 1998. Empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak kala aparat berusaha membubarkan demonstrasi di kampus tersebut. Esoknya, Jakarta dilamun kerusuhan besar. Kompas mencatat, ratusan manusia terpanggang di Toserba Yogya Klender dan di Ciledug Plaza. Tercatat 499 orang tewas dan bangunan hancur. Gelombang besar mahasiswa lalu menduduki Gedung DPR/MPR sejak 18 Mei 1998. Mereka berjanji akan bertahan di sana sampai tuntutan Sidang Istimewa segera dijalankan untuk memakzulkan Soeharto. Karena kian terjepit, Soeharto akhirnya tak bisa berbuat banyak. Pada 21 Mei 1998 ia menyatakan berhenti sebagai presiden. - Politik Penulis Fadrik Aziz FirdausiEditor Irfan Teguh - Pergerakan mahasiswa di Indonesia kerap diwarnai dengan aksi unjuk rasa. Tentu, aksi ini bukan tanpa alasan. Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia bersatu mengumpulkan massa untuk menyuarakan aspirasi mereka mewakil rakyat Indonesia. Secara masif, mahasiswa berdemonstrasi menggugat pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR atas kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak memihak pada rakyat. Bahkan, demonstrasi mahasiswa dilakukan secara besar-besaran. Tak jarang, aksi tersebut berujung anarkis dan banyak korban berjatuhan. Sepanjang sejarah Indonesia merdeka, ada beberapa aksi unjuk rasa yang dimotori oleh kalangan mahasiswa. Dari masa ke masa, mahasiswa tidak hanya menjadi agen perubahan seperti yang digaung-gaungkan hingga hari ini. Lebih dari itu, mahasiswa ikut terlibat menjadi 'motor' pergerakan hingga benteng pertahanan demokrasi di Tanah Air. Dirangkum Indozone dari berbagai sumber, Senin 30/9, berikut ini 4 demonstrasi besar di Indonesia yang dipelopori oleh mahasiswa1. Demonstrasi Tritura 1966photo/IstDemonstrasi mahasiswa pertama terjadi pada awal 1966. Ribuan mahasiswa turun ke jalan, memprotes kondisi negara yang kian memprihatinkan. Aksi unjuk rasa ini bermula dari tragedi berdarah Gerakan 30 September 1965. Gelombang demonstrasi mencapai puncaknya pada 12 Januari 1966. Beberapa elemen gerakan mahasiswa yang turut serta dalam demonstrasi itu antara lain Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI, Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia KAPI, Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI, Kesatuan Aksi Buruh Indonesia KABI, Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia KASI, Kesatuan Aksi Wanita Indonesia KAWI, Kesatuan Aksi Guru Indonesia KAGI, dan lainnya. Para demonstran konsisten mengajukan tiga tuntutan rakyat Tritura, antara lain pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan Kabinet Dwikora, dan menurunkan harga tuntutan demonstran tidak segera dipenuhi yang berujung pada desakan melengserkan Presiden Soekarno. Bahkan, unjuk rasa besar-besaran jilid dua pun meledak pada 24 Februari 1966. Aksi itu diwarnai bentrokan antara demonstran melawan Resimen Cakrabirawa Pasukan Pengawal Presiden di depan Istana insiden itu, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bernama Arif Rahman Hakim tewas tertembak. Sehari setelah kejadian itu, KAMI dibubarkan paksa oleh Presiden. Soekarno yang semakin terjepit mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar.2. Demonstrasi Reformasi 1998photo/IstAksi monumental menuntut turunnya pemerintahan Soeharto yang berujung dengan berakhirnya Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998. Gerakan ini disulut dengan terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari bertambah gencar dilaksakan para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa antaranya, mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, melaksanakan amandemen UUD 1945, menghapuskan dwifungsi ABRI, pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari mahasiswa Indonesia tahun 1998 juga mencuatkan Tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang pahlawan reformasi. Pasca Soeharto muncur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa. Aksi demonstrasi ini juga memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia yaitu era Demonstrasi Tolak Kenaikan BBM 2012ANTARA FOTO/Prasetyo UtomoAksi demonstrasi besar-besaran menolak kenaikan BBM terjadi di Istana Negara, 30 Maret 2012. Ribuan mahasiswa dari berbagai daerah ke Jakarta untuk bergabung dengan mahasiswa di Ibukota. Massa menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 44 persen dan mengalihkan dana subsidi BBM untuk pembangunan hanya mahasiswa, sekitar lebih dari buruh di Cikarang mengepung Gedung DPR RI. Aksi demonstrasi menolak kenaikan BBM kian memanas. Para demonstran bahkan mencabut tiang gerbang pintu utama DPR. Istana Negara dipenuh massa aksi mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Angkatan Muda Muhammadiyah KAMMU.4. Demonstrasi Tolak RUKHP dan Revisi UU KPK 2019ANTARA FOTO/Arnas PaddaTeranyar, demonstrasi mahasiswa besar-besaran kembali terjadi pada Senin 23/9 dan Selasa 24/9 di Gedung DPR/RI, Senayan, Jakarta. Ribuan perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menolak revisi UU KPK yang dianggap melemahkan KPK, serta RUU KUHP yang diklaim mengancam demokrasi dan Hak Asasi Manusia HAM.RKUHP menjadi sorotan karena ada sejumlah pasal kontroversial yang dinilai tidak memihak rakyat. Beberapa pasal yang menuai perdebatan, misalnya misalnya ada delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden Pasal 218-220, delik penghinaan lembaga negara Pasal 353-354, serta delik penghinaan pemerintah yang sah Pasal 240-241.Artikel Menarik Lainnya Massa Mulai Padati Kawasan DPR, Siswa Dipulangkan Lebih Cepat Gelombang Demo Jelang Pelantikan Jokowi Bikin Investor Tarik Dana Usung Berbagai Isu, Ini Titik Lokasi Demo di Jakarta

aksi aksi demonstrasi kebanyakan dimotori oleh mahasiswa karena